iklan 336x280
iklan link responsive
iklan 336x280
iklan link responsive
Baca Juga
Perkembangan dan Perubahan Nilai Asisten Apoteker Dulu, Sekarang dan Masa Depan
(Bagian Kedua)
Oleh : Ishak Kunji Mahendra, S.H., M.Kes.
Solo Praktek Dokter
Seperti kita maklumi bersama, bahwa PP No. 25 tahun 1980 tentang perubahan atas peraturan pemerintah No. 26 tahun 1965 tentang apotek, merupakan upaya pemerintah untuk meluruskan idealisme profesi kefarmasian. Untuk dikembalikan kepada profesionalisme murni yang bersifat sosial dan tidak mencari keuntungan semata.
Latar belakang yang menelorkan PP No. 25 tahun 1980, barang kali saat itu, dirasakan fungsi apotek sudah menyimpang dari rel profei kefarmasian yang luhur. Apotek dirasakan sebagai ajang bisnis obat semata, tak ubahnya toko kelontong atau toko lainnya. Dengan kata lain, kurang menghiraukan aspek profesionalisme kefaramasian.
Apotek yang dikehendaki PP No. 25 tahun 1980 adalah apotek dimana seseorang apoteker dapat menjalankan pekerjaan kefarmasian dengan ke profesionalisme tinggi, yang sama sekali bebas dari pengaruh kepentingan pemilik sarana apotek atau kalau dapat bebas sebenar-benar bebas, karena tedency. Apotik dengan gaya PP No. 25 Tahun 1980 adalah apotik yang modalnya adalah milik apotekernya sendiri. Dalam meracik selalu dilihat aspek psiko kimia obat, dan aspek lainnya, dan yang lebih penting lagi adalah pelayanan informasi obat kepada masyarakat atau penderita. Itulah apotik dengan gaya PP No. 25 Tahun 1980.
Dalam perajalannya untuk mengantisipasi kemajuan jaman dan tuntutan profesionalisme, peraturan pelaksana dari PP No. 25 Tahun 1980 tersebut telah mengalami perubahan pula. Peraturan pelaksanaan pertama, dikeluarkan tahun 1981 yang berupa satu Permenkes dan 3 Kepmenkes. Akhirnya, diregulasi perapotikan maka keempat peraturan pelaksanaan tersebut telah diganti dengan Permenkes No. 244/Menkes/SK/V/1990.
Kalau kita simak, dari aturan keaturan, mulai dari pra PP No. 25/1980 sampai dengan pasca PP No. 25/1980, yang telah mengalami pergantian aturan pelaksanaannya, maka preofesi AA semakin menciut. Dan hal ini rasanya adalah wajar, karena sebagai tuntutan tadi.
Dua belas tahun kemudian, dikeluarkannya Undang-Undang No. 23 tahun 1992, tentang kesehatan, juga tidak memberikan ruang kepada Asisten Apoteker. Sungguh ironis sekali. Oh... memang malang nasib asisten apoteker.
Dulu, seorang AA boleh menandatangani copy resep, maka sekarang tidak boleh. Dulu AA boleh menandatangani Surat Pesanan Obat, sekarang tidak boleh. Dulu Apoteker tidak harus stand by di apotik, sekarang harus. Dan masih banyak lagi perbedaan-perbedaan lainnya. Jadi nampak adanya pergeseran nilai kearah sentralisasi dipundak apoteker, baik dalam pekerjaan, hak maupun wewenang.
Kalau Permenkes No. 244 dicermati pasal demi pasal rasanya penulis perlu menyimpulkan bahwa apotik gaya baru sesuai Permenkes tersebut tidak ubahnya pelayanan "SOLO PRAKTEK SEORANG DOKTER".
Dalam "SOLO PRAKTEK" seorang dokter bisa dibantu perawat bisa tidak. Pengalaman dilapangan menunjukan, hal ini tergantung keadaan, misalnya: junlah pasien, dokter spesialis, atau dokter umum, dan pertimbangan lainnya yang sepenuhnya hak dari dokter yang berpraktek tadi untuk melakukannya.
Namun pertanyaannya, sudah saat nyakah apotik "SOLO PRAKTEK" dokter ini diprogramkan di Indonesia? Wallahualam! Tentunya, yang berhak menjawab adalah para Polocy Maker di pusat. Hal ini kami pertanyakan disini, karena sampai saat ini, kenyataan dilapangan menunjukan bahwa hampir tidak ada apotik yang apotekernya stand by terus menerus selama apotiknya buka, khususnya apotik-apotik yang sudah terlanjur mapan.
Lanjut ke Asisten Apoteker Identik Perawat
Catatan kaki :
Sudah baca artikel ini ?
Sejarah Berdirinya Persatuan Ahli Farmasi Indonesia Cabang Kota Samarinda 2006-2011
Solo Praktek Kefarmasian
4/
5
Oleh
Admin